Validasi NIK Jadi NPWP Sebelum 1 Januari 2024, Ini Caranya

Avatar

Hampir 53 Juta NIK Sudah Terintegrasi ke NPWP

Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) format lama masih bisa digunakan sampai dengan 31 Desember 2023.

Namun, per 1 Januari 2024 wajib pajak harus segera melakukan validasi NIK jadi NPWP, jika ingin mudah dalam membayar pajak. Hal itu disampaikan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor, dalam diskusi DJP,  dalam acara ngobrol bersama Direktur P2P DJP, Jumat (16/12/2022).

“Kalau 1 Januari tidak melakukan validasi, maka tidak bisa melakukan  (pembayaran pajak),” kata Neilmaldrin.

Lantas, bagaimana jika wajib pajak belum memvalidasi NIK menjadi NPWP pada 1 Januari 2024? Menurut dia, wajib pajak tidak perlu khawatir. Wajib pajak bisa langsung melakukan validasi NPWP tersebut menjadi NIK.

“Lalu akan terjadi apa? Ya tidak apa-apa tinggal validasi connect atau aktivasi NIK-nya. Karena kan NIK itu database. Misal NPWP-nya enggak laku enggak bisa masuk, kita pakai NIK, asal sudah ber-NPWP dan tervalidasi maka tidak apa-apa,” ujarnya.

Dia menegaskan, intinya harus melakukan aktivasi karena tidak perlu daftar-daftar lagi alias tidak ribet. Hal itulah yang menjadi alasan Pemerintah untuk mengintegrasikan NPWP dengan NIK, salah satu keunggulannya tidak perlu mendaftar lagi.

Simak cara validasi NIK melalui sistem DJP online

1. Masuk ke laman DJP Online di https://djponline.pajak.go.id/account/login.

2. Lalu login ke laman DJP Online tersebut dengan memasukkan NPWP, beserta kata sandi, dan kode keamanan (captcha) yang tersedia.

3. Setelah berhasil login, masuk ke menu utama “Profil”.

4. Nanti dalam laman Profil tersebut akan menunjukkan status validitas data utama yang Anda miliki, apakah anda ‘Perlu Dimutakhirkan’ atau ‘Perlu Dikonfirmasi’. Status ini menandakan, bahwa Anda perlu melakukan validasi NIK.

5. Dalam halaman menu ‘Profil’ akan terdapat ‘Data Utama’ dan akan menemukan kolom NIK/NPWP (16 digit). Di dalam kolom tersebut, Anda harus memasukkan NIK yang berjumlah 16 digit.

6. Apabila sudah selesai klik ‘Validasi’.

7. Selanjutnya sistem akan mencoba melakukan validasi data dengan yang tercatat di Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Jika data valid, maka sistem akan menampilkan notifikasi informasi bahwa data telah ditemukan. Lalu, klik ‘Ok’ pada notifikasi itu.

8. Kemudian tekan tombol “Ubah Profil”.

9. Terkahir, Anda juga bisa melengkapi bagian data KLU dan anggota keluarga. Apabila telag selesai dan tervalidasi, maka Anda sudah dapat menggunakan NIK untuk melakukan login ke DJP Online.

Hampir 53 Juta NIK Sudah Terintegrasi ke NPWP

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat hingga 15 November 2022 sudah terdata 52,9 juta pemilik nomor induk Kependudukan (NIK) yang terintegrasi dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP).

“Sampai 15 november sudah ada 52,9 juta pemilik NIK yang telah terintegrasi dengan NPWP. Kalau kita presentasekan sudah lebih dari 75 persen,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Neilmaldrin Noor, saat ditemui di kanwil DJP Batam, Selasa (29/11/2022).

Adapun penerapan format baru ini telah dimulai sejak 14 Juli 2022.  Sementara sampai 31 Desember 2023, layanan administrasi perpajakan masih dilakukan secara terbatas untuk penggunaan NIK dan NPWP dengan format 16 digit.

“Bahwa ini akan terintegrasi, ini masih bisa dimanfaatkan oleh wajib pajak sampai 31 Desember 2023,” ujarnya.

Sebagai informasi, penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor pokok wajib pajak (NPWP). Tujuannya, untuk mempermudah wajib pajak dalam melakukan transaksi pelayanan pajak.

Ke depan dengan penggunaan NIK sebagai NPWP merupakan awal dari langkah untuk mensinergikan data dan informasi yang terkumpul di beberapa kementerian/lembaga, serta pihak-pihak lain yang memiliki sistem administrasi serupa.

Lebih lanjut, tentu DJP akan terus melakukan penambahan NIK secara bertahap. Disamping itu, DJP juga masih memberikan kesempatan penggunaan NPWP yang lama untuk melakukan transaksi pelayanan pajak.

DJP Optimis Penerimaan Pajak 2022 Capai Target Rp 1.485 Triliun

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) optimis penerimaan pajak hingga akhir tahun 2022 bisa mencapai target, sesuai Peraturan Presiden nomor 98 tahun 2022 yakni Rp 1.485  triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Neilmaldrin Noor, menyampaikan saat ini penerimaan pajak hingga Oktober 2022 sudah mencapai Rp 1,448 triliun atau 97,5 persen dari target.

“Dengan sisa waktu yang ada kita optimis dalam 1 bulan kedepan, bahwa penerimaan pajak untuk 2022 akan mencapai target,” kata Neilmaldrin, saat ditemui di kantor DJP Kanwil Batam, Selasa (29/11/2022)

Pencapaian penerimaan tersebut pertumbuhannya sekitar 51,8 persen YoY, yang ditopang oleh PPh non migas Rp 784,4 triliun setara 104,7 persen dari target, PPN dan PPnBM Rp 569,7 triliun (89,2 persen dari target), PBB dan pajak lainnya Rp 26 triliun (80,6 persen dari target), dan PPh Migas Rp 67,9 triliun (105,1 persen dari target).

“Tentu kita lihat dari angka-angka ini kinerja pajak sangat baik,” imbuhnya.

Menurut dia, kinerja penerimaan pajak yang sangat baik hingga Oktober 2022 masih dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, basis rendah tahun 2021, serta implementasi UU HPP.

Tren Perlambatan Berlanjut

Sementara, jika dilihat kinerja bulanannya, menunjukkan pertumbuhan yang mengalami normalisasi dimana pertumbuhan pajak pada Oktober disebabkan adanya kompensasi BBM, tanpa itu pertumbuhan hanya 20 persen year on year.

“Kita lihat adanya tren perlambatan diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir 2022, sejalan dengan meningkatnya restitusi dan tingginya basis penerimaan di akhir tahun 2021,” ujarnya.

Lebih lanjut, secara umum kinerja penerimaan pajak sampai dengan Oktober ditopang oleh kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, serta berbagai dampak kebijakan. Adapun mayoritas jenis pajak tumbuh positif pada Oktober dengan enam dinamika.

Pertama, PPh OP terkontraksi karena pada tahun 2021 terdapat Wajib Pajak yang terlambat lapor SPT tahunan orang pribadi, tahun ini sudah tidak ada lagi. (liputan6)