Reformasi Birokrasi Pada Kualitas Pelayanan Publik

Avatar

Oleh: Balqis Shalsabiella

Birokrasi Indonesia selalu jadi sebuah opini publik yang tidak pernah membosankan, mungkin karena hingga sekarang birokrasi di Indonesia masih menjadi problematik dan jauh dari apa yang menjadi harapan.

Birokrasi yang tidak ideal menjadi salah satu permasalahan di Indonesia. Keluhan terhadap rendahnya kinerja pelayanan publik dan minimnya kualitas sumberdaya aparatur seperti tidak pernah ada akhirnya, dan belum dapat ditemukan solusi efektif untuk mengatasinya.

Pada dasarnya Indonesia sudah melewati masa reformasi sejak tahun 1998. Sejak saat itu, Indonesia telah melewati berbagai macam perubahan. Pada hakikatnya reformasi yang terjadi di Indonesia secara tersirat mengharapkan adanya pemberantasan KKN dan pelayanan publik yang lebih baik.

Reformasi Birokrasi bertujuan untuk memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien atau terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi negara.

Reformasi merupakan upaya dari pemerintah maupun individu untuk melakukan perubahan terhadap suatu badan atau lembaga yang berada di suatu lingkungan, dengan melihat fenomena yang telah terjadi sebelumnya, dan dirasakan tidak memberikan dampak secara relavan terhadap perbaikan kesejahteraan anggota melalui sistem pemerintahan maupun pengorganisasian yang baik. Reformasi bisa dilakukan di semua aspek kehidupan, baik di bidang politik, sosial maupun agama.

Secara etimologi istilah birokrasi berasal dari kata bureau (bahasa Perancis) yang berarti “meja tulis” dan kratos (bahasa Yunani) yang berarti “pemerintahan”. Dapat dipahami bahwa birokrasi adalah orang-orang yang bekerja di balik meja tulis di kantor. Dalam konteks politik birokrasi diartikan sebagai wujud dari aparat pemerintahan negara dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut melalui serangkaian tahapan dalam menentukan suatu tahap kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi tentang kasus yang dihadapi.

Birokrasi telah memegang peran utama dalam pemberian pelayanan publik dan telah berperan menjadi instrumen politik praktis. Jadi, birokrasi merupakan suatu jalan bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang pada umumnya berkaitan dengan fungsi pelayanan publik.

Pelayanan Publik adalah pemberi layanan kepada masyarakat yang mempunyai kepentingan sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pemerintahan adalah pelayanan kepada masyarakat, oleh karena itu birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional.

Pelayanan publik oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara dengan maksud untuk mensejahterakan masyarakat. Pelayanan publik yang harus dilakukan di era reformasi agar sesuai dengan tuntutan masyarakat adalah penyelenggaraan pelayanan publik yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara sungguh-sungguh, penuh rasa tanggung jawab, seimbang, proposional, dan humanis.

Balqis Shalsabiella, Mahasiswi Ilmu Administrasi Negara FISIP UIN Ar-Raniry menjelaskan bahwa kualitas pelayanan publik yang baik akan menjamin keberhasilan pelayanan dengan wujud kerja sama yang baik antara pelaksana penyelenggara dan masyarakat sebagai pengguna atau penerima manfaat dari pelayanan publik, bahkan setiap negara juga berusaha meningkatkan pelayanan publik nya.

Kenyataan di lapangan pelayanan publik di Indonesia menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh birokrat kita sangat rumit, prosedural, berbelit-belit, lama, boros atau tidak efisien dan efektif serta menyebalkan. Adanya struktur dan fungsi birokrasi yang overlapping menyebabkan tidak efisien serta tanggung jawab yang tidak jelas, seharusnya pelayanan publik tetap memperhatikan keadilan dan ramah terhadap masyarakat berkebutuhan khusus seperti penyandang disabilitas sebagai salah satu kelompok rentan selain lanjut usia, wanita dan anak-anak.

Secara umum kualitas pelayanan publik mengalami perbaikan setelah diberlakukannya otonomi daerah. Namun, dilihat dari sisi efisiensi, efektivitas, dan responsivitas, kesamaan perlakuan masih jauh dari yang diharapkan dan masih memiliki berbagai kelemahan. Dari hal tersebut, memang sangat disadari bahwa pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan, antara lain: 

1. Sukar Diakses, banyak masyarakat yang sulit untuk mendapatkan pelayanan dikarenakan pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat.

2. Kurang Responsif, kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan.

3. Kurangnya Informasi, berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.

4. Bikrokratis, pelayanan pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai tahap, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. 

5. Kurang Koordinasi, sehingga sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain.

6. Inefisien, berbagai persyaratan yang diperlukan seringkali tidak sesuai dengan pelayanan yang diberikan.

7. Kurang Empati, tidak mau mendengar keluhan, saran atau aspirasi masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu. 

Pelayanan publik dikatakan baik jika memenuhi beberapa asas-asas kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, profesional, partisipatif, persamaan perlakuan atau tindak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakukan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, serta kecepatan kemudahan dan keterjangkauan.

Penulis merupakan Mahasiswi Ilmu Administrasi Negara FISIP UIN Ar-Raniry